Blogger Widgets All About Us..: April 2014

Minggu, 20 April 2014

Masih Ada Harapan, Walau Hanya Sekecil Amoeba...


Menggapai mimpi tak semudah membalikkan telapak tangan kuda nil, tak semudah memetik bunga mawar di taman dan tak semudah menghembuskan asap rokok didalam cerutu.  Menggapai impian adalah bagian dari perjuangan, pun didalam perjuangan memerlukan banyak pengorbanan. Sulit ? Tentunya. Dan tak ada cara instan yang bisa diperoleh untuk mewujudkan semua asa yang telah tercover  lengkap didalam angan kita. Bukan sekedar angan. Bukan!  Siapa saja bisa mewujudkan impian itu dengan caranya sendiri, Tuhan akan campur tangan dalam menunjukan jalan untuk ke sana, jalan yang berliku , penuh bebatuan dan jurang yang terjal untuk menjadikan kita lebih semangat untuk sampai di tujuan bukan menjadikan kita stuck bahkan berputus asa sebelum berperang. Bahkan semua tantangan tersebut menjadikan kita lebih dewasa dan berfikir lebih leluasa untuk menghalau setiap rintangan – rintangan yang menghadang. Itulah kehidupan, kita perlu sedikit bersabar untuk bisa melalui dan memaknai inti didalamnya, bukan hanya sekedar bernafas bebas tanpa beban dan mengingkari setiap masalah yang datang. Begitulah kehidupan akan selalu mengajarkan artinya perjuangan sampai pada akhirnya kita menemukan titik pencapaian dari hasil kerja keras kita tersebut.

Nama Lengkapku Henny Kurniati, seorang gadis berusia 21 tahun yang sedang menjalankan pendidikan diploma tiga di sebuah institusi kesehatan di Sumatera Barat. Aku terlahir dari keluarga yang memiliki latar belakang pendidikan, ibu ku seorang guru SMA, dan bapak ku seorang pegawai di dinas pendidikan tempat ku dilahirkan, bahkan kakek ku pun dulunya menjadi seorang kepala sekolah disalah satu sekolah dasar di daerah terpencil. Ya, aku tidak dilahirkan di negeri yang penuh dengan adat bersandi sarak, sarak bersandi kitabullah ini, tetapi justru di sebuah negeri yang telah penuh dengan bermacam – macam budaya orang perantauan. Jambi, adalah tanah kelahiranku yang turut andil membesarkan ku sampai berusia sembilan belas tahun. Hingga akhirnya aku memutuskan untuk merantau ke negeri orang demi menggapai semua asa yang telah aku rakit dari kecil. Kedengarannya memang berlebihan. Tetapi kata – kata tersebut justru memotivasiku untuk terus maju bahkan rela untuk jauh dari kedua orang tuaku. Aku masih gadis keturunan minang, keluargaku mengalirkan darah minangnya secara tidak langsung kepadaku. Salah satu alasan aku memutuskan untuk sekolah di Padang adalah karena ibuku ingin mendekatkan aku dengan kampung halamannya, menanamkan jiwa patriotisme terhadap tanah kelahirannya serta menjadikan aku lebih mandiri dan tidak bergantung kepada orang lain. Dan disinilah aku memulai semuanya, memulai cerita baru yang telah aku rancang untuk masa depanku, cerita yang akan aku tulis sebait demi sebait hingga pada akhirnya, cerita tersebut akan menjadi sebuah novel perjalanan hidupku. Tentunya banyak lakon yang akan bermain didalamnya, banyak setting yang menjadi tempat dan waktu kejadian perkara ( TKP ) bahkan banyak luapan emosi didalamnya. Novel itu baru akan dimulai..

Beradaptasi di tempat baru memang tidak mudah. Banyak yang perlu dipelajari dan dihindari untuk bisa menjadi bagian dari tempat itu. begitupun denganku, kali pertama aku menginjakkan kaki di ranah minang ini, aku nyaris mengidap “shock culture”. Karena budaya minang yang begitu kental dan baru aku lihat disini. Perlahan – lahan aku mempelajari dan mengadopsi semua yang aku liat, aku dengar dan aku rasakan agar bisa survive di negeri ini. Banyak halangan dan rintangan tapi sedikit demi sedikit aku mulai terbiasa, bahkan tak ada kecanggungan sedikit pun yang aku rasakan. Aku mulai menikmati itu semua. Menikmati dunia baruku. Awalnya butuh waktu panjang untuk bisa sampai disini, butuh banyak pertimbangan dan mengorbankan banyak perasaan sampai pada akhirnya aku bisa berada disini. Saat itu adalah tahun kedua aku mengikuti ujian masuk perguruan tinggi. Aku telah mencoba sebelumnya, tetapi aku gagal. Karena “keras kepala” ku ini akhirnya aku memutuskan untuk ikut ujian kembali di tahun berikutnya. Pada awalnya, aku memilih melanjutkan pendidikan kedokteran di salah satu universitas yang ada di Sumatera Barat. Hal ini adalah sebagian dari harapan dan impian ku sejak duduk di bangku taman kanak – kanak. Harapan itu telah aku toreh sedini mungkin ketika aku senang melihat jas snell putih yang terlilit rapi ditubuh dokter – dokter rumah sakit. Entah kenapa alasannya, tapi itu lah imajinasi gadis kecil nan lugu ini. Hingga aku melangkah setahap sampai dikelas enam sekolah dasar, cita – cita itu belum pernah surut, menjadi seorang dokter sepertinya sebuah kebanggaan tersendiri bisa merawat orang sakit dengan tangan kita sendiri. Alasan yang mungkin sudah terlalu klasik, tapi tidak bagi anak kelas enam SD ini, dia bertekad menggantungkan cita – citanya tersebut 5 cm di atas dahinya. Sampai pada akhirnya aku berada di titik puncak dimana penentu masa depanku kelak. Setelah lulus dari sekolah menengah atas, aku bersikeras ingin melanjutkan  ke fakultas kedokteran, keluarga ku pun mendukung penuh. Dan karena semua semangat serta dukungan yang telah diberikan itulah akhirnya aku berani untuk tetap menjalankan ujian untuk kedua kalinya. Hal pertama yang aku rasakan pada kegagalan ujian pertama adalah rasa bersalah dan kekecewaan terhadap diriku sendiri. Bahkan aku menjadi lebih introvert dengan lingkungan sekitarku, karena aku menyesal tidak bisa menjadi apa yang orang tuaku harapkan. Seperti dunia ini runtuh dan pecah berkeping – keping, begitulah perasaan ku saat aku tahu aku tidak lulus ujian masuk perguruan tinggi. Saat keterpurukan ku melihat teman – teman ku sudah memulai tahun pertama mereka menjadi seorang mahasiswa, aku pun mulai putus asa. Terlebih banyak teman – temanku yang menanyakan dimana aku melanjutkan kuliah. Tapi apa daya, aku tak memiliki kekuatan untuk menjawab pertanyaan mereka. Aku tak tahu apa yang harus aku lakukan selanjutnya. Mengurung diri di kamar merupakan pilihan terakhirku untuk melampiaskan segala kekesalan dan kesedihan yang menggerogoti hatiku. Saat itu emosi ku sedang labil. Dalam kekalutan hati ku ternyata aku tidak sendiri. Aku masih memiliki kekuatan untuk bangkit. Aku masih memiliki harapan, walaupun hanya sekecil amoeba yang hanya bisa kita lihat dengan menggunakan mikroskop. Aku punya ibu luar biasa yang selalu ada disamping ku. Beliau yang terus membantu ku berdiri dengan kedua tangannya, membantu ku memulihkan kembali trauma masa laluku dengan semua kesabarannya, dan membantuku untuk tetap mewujudkan impianku. Beliau lah inspirasiku. Beliau lah obat penenangku kala aku depresi, dan beliau lah sahabat serta ibu yang selalu menghangatkan ketika aku kedinginan kala dunia tak lagi bersahabat denganku. Aku pun bangkit kembali dengan secuil harapan yang tersisa.

Pada ujianku yang kedua , Aku masih memilih pendidikan dokter yang menjadi target ku untuk melanjutkan pendidikan. Terbesit wajah kedua orang tuaku yang telah banyak berkorban dalam hidupku. Semua senyum dan tawa renyah mereka selalu tercover dalam benakku.  Aku menjadi lebih giat dan sungguh – sungguh dalam belajar. Aku telah berdamai dengan masa laluku. Sampai pada akhirnya aku mengikuti ujian kebesaran itu. jantungku terasa mau copot, darahku mulai berdesir  cepat dan tubuhku berkeringat dingin. Pelan – pelan aku membaca pertanyaan – pertanyaan yang telah tertera dalam lembar soal dan kemudian mengisikan jawaban nya pada lembar jawaban komputer yang telah diberikan. Hingga akhirnya peperangan tersebut berakhir. Aku menjadi lega dan pasrah dengan hasilnya kelak. Pada ujian yang kedua ini aku menjadi lebih bertawakal pada hasilnya. Karena setelah melewati beberapa kegagalan ujian sebelumnya aku menjadi lebih dewasa dalam menyikapi kegagalan ku setelah ini. aku masih tetap optimis. Tetapi pada hasilnya, aku serahkan kepada – Nya pemilik alam semesta ini.

Masih ada harapan, walaupun hanya sekecil amoeba
Itulah yang masih aku yakini, ketika aku mengetahui hasil dari ujian ku yang kedua. Aku kembali gagal dan belum bisa mencapai harapan melanjutkan pendidikan dokter. Anehnya, aku merasakan hal biasa, bahkan jauh lebih baik dari sebelumnya. Otak dan hatiku mulai sinkron satu sama lain. Aku lebih terbiasa dengan kegagalan ini karena aku meyakini, bahwa Tuhan itu tidak pernah tidur. Dia selalu mendengar dan melihat hambaNya. Bahkan keluh kesah yang kita sembunyikan saja bisa terdeteksi oleh Tuhan. Tuhan memang luar biasa. Tuhan maha mengetahui. Dan akhirnya Dia memilihkan jalan lain untukku melanjutkan pendidikan ku. Saat kegagalan datang, akan ada keberhasilan yang tertunda. Tuhan ternyata memilihkan jalan yang tanpa aku sangka – sangka. Tentunya jalan terbaik yang Dia pilihkan buat ku merealisasikan harapan menjadi kenyataan. Akupun akhirnya memutuskan untuk mengikuti ujian masuk politeknik kesehatan di Sumatera Barat. Aku memilih jurusan yang masih berhubungan dengan cita – cita ku terdahulu. Sampai pada waktunya pengumuman hasil tes, aku masih terus memanjatkan doa agar tes kali ini tidak bernasib sama dengan tes -  tes sebelumnya. Dan ketika aku membuka hasil tes melalui website yang diberikan, sontak aku berteriak dan langsung sujud syukur atas apa yang telah aku lihat didalamnya. “Selamat Anda Lulus Utama Pada Program Studi D3 Kebidanan Padang”. Begitulah kata – kata yang tertera disana. Ibuku pun langsung menitikkan air mata dan langsung mendekapku erat dalam pelukannya. Hangat! Aku pun tak kuasa menahan haru dan tak bisa menahan mutiara – mutiara dimataku membasahi pipiku. Hari itu merupakan hari yang tak akan pernah aku lupakan seumur hidupku, hari dimana untuk kali pertamanya aku lulus setalah melalui berbagai kegagalan. Hari dimana banyak orang menitikkan air mata kebahagiaan untukku, dan hari dimana harapan itu ternyata masih ada ketika aku benar – benar bisa melihatnya dengan menggunakan mikroskop hatiku. Tuhan memang penuh misteri. Tuhan penuh rahasia. Dia memberikan jalan yang paling indah dalam hidupku, memilihkan jurusan yang aku yakini merupakan amanahNya untuk bisa menjadi seseorang yang bisa merawat seorang ibu dan bayinya dengan tanganku sendiri, jalan yang menjadikan aku lebih bersyukur atas kasih sayang dan cinta seorang ibu kepada anaknya, dan jalan dimana aku bisa melihat langsung ketika seorang malaikat kecil yang diharapkan banyak orang itu lahir ke dunia, menantang dunia untuk dapat menjadi seseorang yang berguna bagi banyak orang. Ya, amanah yang Tuhan tugaskan buat ku kali ini merupakan hikmah dan buah hasil kesabaran ku selama ini. apakah aku akan merasakan hal yang sama jika aku tidak melewati banyak kegagalan sebelumnya ? apakah Tuhan memberikan semua nya secara instan tanpa adanya halangan dan rintangan terlebih dahulu ? Tuhan memang benar – benar menamparku. Tamparan yang masih membekas sampai saat ini yang aku rasakan sangat indah, tamparan Tuhan yang aku yakini menjadi cambuk untuk terus maju. Tuhan memberikan hal yang aku butuhkan, bukan yang aku inginkan. Seberapa keras aku mempertahankan keegoisanku, Jika Dia mengatakan tidak, maka hal itu tidak akan terjadi, tetapi sebaliknya, Kun Fa ya Kun ! Jika Tuhan mengatakan terjadi, maka hal itu lebih mudah untuk terjadi. Ternyata kerja keras selama ini sepadan dengan apa yang aku dapatkan hari ini. Jatuh bangun yang telah mengajarkan aku untuk terus maju bersama kerasnya kehidupan. Cerita memang tak selalu tentang roman picisan. Cerita adalah kehidupan itu sendiri. Kita adalah para pemainnya sedangkan Tuhan adalah sutradaranya, dan dunia ini merupakan panggung dimana cerita itu diputar.
Semesta itu keren. Semesta itu indah…Tapi Tuhan jauh lebih hebat dan keren dari semesta dan masalah yang ada dalam hidup kita. Percayalah, sebesar apapun masalah yang kita hadapi hari ini, kita masih punya Tuhan yang jauh lebih besar dari masalah itu sendiri….


----------------------------Sekian-------------------------------------
jangan lupa dikomen dan diberi saran yaaterima kasih sudah berkunjung, jangan bosan - bosan datang lagi yaa