Aku terkejut melihat
sosok yang sedang berada di depanku saat ini. Wajah blasteran campuran Jawa dan
Jepang itu terus menerus melihat ku. Hidungnya yang mancung seperti jambu
monyet, pipinya yang tirus dan iris matanya yang coklat bening mampu
mengalihkan dunia setiap orang yang memandangnya. Aku tersadar entah sudah
berapa lama aku tertidur selama pelajaran kimia berlangsung. Hari ini aku
kurang sehat, sepertinya akan demam. Mungkin karena terlalu lama mandi hujan
kemarin. Sosok itu terus memandangku. Kini dia tampak bingung seperti bocah
lima tahun yang disuguhkan soal kimia mengenai ikatan atom. Setelah berhasil mengumpulkan
nyawa akibat tidur pulasku selama pelajaran kimia tadi, sosok yang tepat tiga
jengkal didepanku itu mulai membuka mulutnya.
“Sudah puas memandangku,hah?”
Katanya dengan senyuman yang mampu membuat jantungku copot
“Aku tak memandangmu. Jangan GR!”
jawabku sambil memajukan bibirku dua centi
Dia hanya tersenyum dan tak
menggubris ucapanku. Dia adalah sahabatku, Adrian. Adrian Hirosima Wijaya.
Namanya memang unik. Perpaduan antara nama Jawa-Jepang dan terkesan sedikit
“memaksa”, tapi tidak dengan sifatnya. Kami ibarat ikatan ion, dia adalah ion
positif sedangkan aku tentunya ion negatif. Sifat kami berlawanan 180 derajat.
Dia adalah seorang yang murah senyum, baik hati dan memiliki jiwa sosial yang
tinggi dan aku terkenal sebagai perempuan yang cuek, tomboy dan kekanakan.
Wajar saja, jika setiap kami berjalan berdampingan, ada saja tatapan tajam dan
cemoohan yang keluar dari mulut orang – orang. Tapi karena memang aku spesies
yang cueknya sudah mengalahkan Reaktor Atom, jadinya aku tak mempermasalahkan
hal tersebut. Tapi dari semua sifat negatif yang aku punya, ada satu kebanggan
yang patut diacungkan jempol untukku. Di kelas bahkan di sekolah, aku adalah
salah satu siswa berprestasi. Semua orang mengenalku sebagai ratu kimia. Aku
memang menyukai pelajaran itu bahkan kadang – kadang pembicaraanku sampai menghubung-
hubungkan berbagai hal mengenai reaksi kimia. Ya, pun Adrian mengatakan padaku
bahwa aku sudah gila karena kimia. Biar sajalah toh kita hidup di negara
demokrasi, bukan?
“Tumben kamu tidur pas pelajaran
kimia? Seorang Andara yang biasanya dijuluki ratu kimia bisa tidur pada saat
pelajaran favoritnya. Hahaha” tawa
Adrian padaku
“Aku kan juga manusia. Tidak
selamanya tubuhku selalu sehat, Dri. Kau tahu lah, akibat main hujan hujanan
kemarin aku jadi seperti ini. Mungkin mau demam atau flu kali ya” Jawabku
“Kau sakit? Biar aku antarkan ke
dokter, ya? Aku takut sakitmu akan bertambah parah”
“Kau mendoakan agar aku sakit
selamanya, hah? Biar saja. Nanti juga sembuh sendiri setelah minum obat dan
beristirahat”
“Kalau begitu kita pulang saja.
Biar aku yang mengantarkanmu sampai ke rumah.” Pinta Adrian padaku. Kemudian ku
balas dengan anggukan tanda setuju. Namun, belum sampai didepan pintu keluar
kelas, ada dua orang kakak kelas menghampiriku dan Adrian. Mereka adalah salah
satu dari personil Band Air Max yang
terkenal di sekolahku.
“Hey, kau kan yang bernama Andara
Elleana Subiantoro? Beruntung sekali kita bertemu disini” kata salah seorang
dari mereka yang kutahu namanya Aldo Baskara dari nametag yang tertera pada seragamnya
“Iya kak. Memangnya ada keperluan
apa kakak datang ke kelasku?” tanyaku pada Kak Aldo
“Kami hanya memastikan saja gadis
yang ditaksir oleh temanku.” Jawabnya
“Apa maksudnya kak? Aku nggak
ngerti”
“Sudahlah, nanti kau akan tahu
sendiri. Kalau begitu kami pamit dulu ya Andara. Semoga kita bertemu lagi.”
Lalu kak Aldo dan teman-temannya pergi tanpa penjelasan yang tak ku mengerti.
Aku lihat Adrian hanya menggeleng tanda tak mengerti dengan kedatangan kakak
kelas ku itu.
*****
Sesampainya di rumah langsung ku
rebahkan badan sembari meregangkan otot-otot ku yang kaku di atas kasur yang
telah menemani ku sepuluh tahun terakhir ini. Mataku mulai terpejam dan otakku
memaksa mengingat kejadian demi kejadian yang terjadi hari ini sampai pada
akhirnya aku sudah terbang ke alam mimpi.
*****
Minggu pagi merupakan minggu
balas dendam untukku. Karena seharian ini aku terbebas dari semua tugas sekolah
dan bisa menghabiskan waktu bermalas – malasan ataupun tidur di kasur seharian.
“Surga banget kalau setiap hari
adalah hari minggu. Jadi aku bisa melakukan apa saja yang aku suka. Tapi sepi
juga sih kalau seharian tidak bertemu Adrian. Mungkin karena aku sudah soulmate lama sama dia.”
Lalu kupencet tombol dial pada handphone ku. Aku memutuskan untuk menelepon Adrian untuk
mengajaknya jalan hari ini. Jujur, walaupun hari ini minggu tapi kalau tidak
ada yang bisa dilakukan akan membuatku terasa suntuk
“Hallo, Dri. Eh, kamu ada kerjaan
nggak hari ini? Temeni aku ke toko buku, yuk”
“Waalaikumsalam, Ra. Kamu
kebiasaan ya nggak pakai salam dulu kalau menelepon aku” jawabnya dari seberang
sana
“Hehe. Maaf.maaf. aku tadi
antusias banget mau ngajakin kamu jalan. Aku suntuk banget di rumah seharian.”
Gerutuku padanya
“Bagaimana keadaan mu, Ra? Kamu
sudah baikan?” tanyanya
“Sudah kok. Seperti kataku
kemarin, hanya dengan obat dan istirahat sudah cukup bagiku. Lalu, bagaimana
dengan ajakanku? Kau mau kan, Dri?” Bujukku pada Adrian.
Terdengar helaan nafas
panjangnya. Adrian selalu tak bisa menolak setiap ajakanku. Adrian akan
bersedia menemaniku kemanapun aku pergi. Adrian selalu tahu dengan sifat
memaksa ku dan sabar menghadapinya. Aku jamin, siapa saja yang menjadi pacarnya
kelak, sangat beruntung memilikiAdrian.
*****
Aku mulai menyusuri rak demi rak
di toko buku ini. Aku masih belum tahu akan membeli buku apa, tapi sepertinya
novel karya penulis-penulis terkenal memberikan magnet yang kuat padaku. Ku
lirik satu persatu novel yang berada di rak paling atas sampai bawah. Ada
segelintir nama penulis favoritku di beberapa novel yang terpajang di rak buku
tersebut. Karena sibuk membaca, aku sampai tak sadar bahwa ada seseorang yang
tengah melirik ku.
“Maaf mbak, boleh saya meminta
novel itu? “ pinta pria itu padaku. Aku masih saja melihat novel yang masih
berada di tanganku. Sampai akhirnya dia menyapaku untuk yang kesekian kalinya
“Oh maaf, ya mas. Saya sampai
terperangah melihat novel ini. Jujur, ini novel favorit saya mas. Dari beberapa
bulan lalu saya sudah menunggu penerbitan buku ini. Mas tadi mengambilnya di
rak bagian mana ya?” tanyaku
“Novelnya sudah habis mbak,
tinggal satu itu. Saya juga dari dulu sudah menunggu novel ini keluar. Ternyata
kita memiliki selera sastra yang sama” jawab pemuda itu dengan senyuman
termanis yang mungkin ia miliki. Aku mulai tersadar dari adegan demi adegan
yang terjadi antara aku dan dia. Aku baru menyadari bahwa aku tak sengaja
mengambil novel tersebut dari tangan pria itu dan langsung membacanya. Aku
memang kehilangan akal kalau sudah seperti ini.
“Maaf ya mas, ini novelnya saya
kembalikan. Mungkin belum rezeki saya” senyumku miris
“Terima kasih mbak. Semoga
novelnya akan segera dicetak kembali ya” jawabnya tulus
Dengan langkah gontai akhirnya
aku berhasil membeli dua buah novel berbau kimia. Tetap saja walaupun cerita
fiksi tapi aku tidak bisa lepas dengan hal yang berkaitan dengan kimia. Aku
kembali teringat mengenai novel tadi. Novel yang berjudul “Musikimia” yang
menceritakan tentang perjuangan empat sekawan dalam mendirikan band mereka.
Novel yang sudah kutunggu lebih dari sebulan yang lalu
*****
Hari ini ku langkahkan kaki ke
sekolah. Tenaga ku sudah kembali pulih. Badanku juga sudah sehat. Dengan riang
aku berjalan menyusuri lorong sampai ke sekolah. Jalanan masih saja menyisakan
genangan air selepas hujan semalam. Baunya saja masih dapat kucium. Ada tetesan
air hujan yang jatuh dari dedaunan yang kulewati. Aku seperti bocah kemarin
sore yang dengan girangnya memainkan gemercik air yang jatuh dari daun-daun
yang tertiup angin, sampai aku tak sadar bahwa aku nyaris menabrak sesorang
yang berdiri didepanku
“Maaf, mas. Saya tadi nggak ngelihat
kalau ada mas disini” jawabku kaget
“Tidak apa-apa, mbak. Toh saya
tidak tahu kalau ada orang yang berjalan ke arah saya. Saya juga sibuk
menelepon sampai tidak terdengar ada langkah kaki yang berjalan” katanya
sembari menenangkan kekagetan dirinya
“Mas, bukannya yang kemarin di
toko buku, kan?” tanyaku penasaran
“Eh, mbak yang kemarin?”
tunjuknya padaku
“Kenapa kebetulan sekali kita
ketemu disini,ya. Omong-omong, kenalin nama saya Abimayu” jawabnya sambil
mengulurkan tangannya padaku
“Andara” jawabku dengan senyuman
paling manis yang aku punya. Entah apa yang terjadi padaku. Bagaikan efek
fotolistrik yang menyerang, aku seperti tersengat oleh pancaran elektron ketika
pria dihdapanku ini disinari oleh senyum yang nyaris membuat jantungku berhenti
berdetak.
Hubunganku bersama Abimayu
semakin hari semakin akrab. Kami sering berkomunikasi lewat telepon ataupun di
berbagai media sosial. Sifat Abimayu yang dewasa membuatku semakin nyaman tiap
berada didekatnya. Lalu, bagaimana dengan Adrian? Ah, aku nyaris melupakannya.
Sampai saat ini aku belum mengatakan tentang kedekatanku dengan Abimayu. Aku
takut dia marah padaku dan berfikir aku tak peduli lagi dengannya.
“Kamu kenapa , Ra? Melamun aja.”
Tiba-tiba suara Adrian mengangetkanku.
“Aku nggak apa-apa, Dri. Lagi
ingin melamun aja, sih. Emangnya nggak boleh?” kataku sambil menjulurkan lidah
padanya. Adrian hanya membalas dengan senyuman. Dia selalu saja sabar
menghadapi sifat kekanakanku
“Andara, Andara. Ini ada surat
untukmu!”
“Dari siapa, Nin?” tanyaku pada
Nina.
“Entahlah, tadi aku melihat surat
ini sudah ada di atas mejaku. Pas aku lihat ternyata ada nama kamu, makanya aku
langsung kesini untuk memberikannya padamu.” Jawab Nina, teman satu ekskulku.
Nina memang tidak sekelas denganku. Tapi aku cukup akrab dengannya. Lalu ku
buka perlahan surat yang sudah berada di tanganku. Ku baca kalimat demi
kalimat. Ku coba pahami maksud dari kalimat tersebut dengan seksama. Sampai akhirnya
aku mengerti isinya. Itu adalah sepotong syair lagu dari band kesukaanku.
Dibawah syair lagu tersebut tertulis huruf
“A” yang menjadi inisial orang yang mengirimkan surat itu. Adrian yang
sedari tadi melihatku tampak penasaran.
“Surat dari siapa, Ra? Sepertinya
kau kaget sekali membacanya.” Tanyanya
“Aku juga nggak tau dari siapa.
Tapi ada inisial “A” di bawahnya. Apa mungkin ini dari pengagum rahasiaku ya
,Dri?”jawabku sambil menggaruk kepala ku yang tak gatal
“Kau percaya diri sekali,Ra. Bisa
saja itu orang isengkan?”
“Tak mungkin orang iseng sampai
begitu tahu dengan band dan lagu favoritku.”jawabku misterius
*****
Sudah dua minggu , surat – surat
dari pengagum rahasia itu terus berdatangan. Sepucuk surat merah jambu yang
berisi syair lagu kesukaanku. Aku masih penasaran siapa yang mengirimkannya.
Bahkan, surat itu datang bersamaan dengan bunga mawar putih ataupun boneka
panda yang lucu. Ini bukan hanya orang usil yang sengaja membuatku penasaran,
tapi ada seseorang yang memang lagi menyukaiku. Mungkin saja kak Aldo atau
temannya yang katanya naksir sama aku atau bisa saja Abimayu. Tapi bagaimana
mungkin mereka bisa melakukan hal ini tanpa diketahui banyak orang?
Hubunganku dengan Abimayu terus
saja mengalir dan ia mulai menunjukkan sikap bahwa dia menyukaiku. Tapi sampai
saat ini belum ada pernyataan cinta padanya. Aku pun tak terlalu memikirkannya.
Adrian pun sepertinya tidak begitu curiga padaku yang telah menyimpan rahasia
ini darinya. Aku merasa sangat bersalah kalau harus membohonginya, tapi disisi
lain aku tidak ingin menyakitinya. Semoga saja ia memaklumi dan menerima
alasanku ini.
*****
Sudah hampir sebulan ini aku
terus saja mendapat surat yang berisikan syair lagu band kesukaan ku. Dan
sampai saat inipun aku masih belum menemukan siapa pengirimnya. Aku terus
menerus memperhatikan bait demi bait syair dalam surat pengagum rahasiaku
Saat
dirimu
Terhangut
dalam seri yang kau rasakan
Seperti
mendung hitam
Cobalah
engkau sadari
Bahwa
hidup ini terlalu indah
Untuk
ditangisi
Dan
bernyanyilah
Senandungkan
isi suara hati
Bila
kau terluka
Lagu ini memiliki makna terdalam.
Kala aku sedih atau sedang galau, biasanya aku memutar lagu ini di play list handphone. Aku benar – benar
berterima kasih kepada orang yang telah mengirimkan syair lagu ini dalam bentuk
surat. Seperti ada energi positif untuk kehidupan seorang Andara.
Aku berniat memberitahukan
mengenai hubunganku dengan Abimayu pada Adrian. Mungkin hari ini lah saat yang
tepat memberikan kabar bahagia bahwa aku telah resmi berpacaran dengan Abimayu.
Aku ingin sekali berbagi dengan sahabatku itu. Tapi sepertinya aku tak melihat
Adrian bersekolah hari ini. Apa mungkin dia sakit? Tapi dia tak memberitahukan
ku seperti biasanya jika dia berhalangan hadir. Ku lirik meja di samping yang
kosong akan keberadaan seseorang yang selalu menemani dan mendengarkan keluh
kesahku. Apa yang terjadi padanya? Padahal aku baru saja akan memberitahukan
kabar bahagia ini padanya. Sesaat ku rogoh kolong meja dan menemukan sebuah
surat merah jambu. Surat ini dari pengagum rahasia itu lagi, tapi kali ini
isinya bukan potongan syair lagu melainkan pernyataan cintanya. Dalam surat
itu, sang pengagum rahasia akan memberitahukan jati dirinya sebenarnya.
Sepulang sekolah aku langsung pergi ke tempat dimana dia memberitahukan
keberadaannya. Tapi ada yang aneh dari cara menulisnya, dia menyuruhku datang
ke sebuah rumah sakit dan membawa semua surat-surat yang dia kirimkan untukku.
Lekas ku pacu vario pink ku ke rumah sakit yang dituju. Sesampainya disana aku
kaget melihat ada Abimayu yang berdiri mondar mandir sambil memegang
pelipisnya. Dia melihatku dan sama kagetnya denganku. Apa mungkin memang
Abimayu yang selama ini mengirimkan surat-surat itu? Segera ku hampiri Abimayu yang
tampak tercengang dengan kedatanganku.
“Kenapa kau disi, Dara?” tanyanya
“Aku seharusnya yang bertanya
padamu. Apa kau yang telah mengirimkan semua surat – surat ini padaku selama
satu bulan terakhir?” kataku sambil memperlihatkan surat-surat merah jambu itu
padanya. Abimayu hanya menggeleng kebingungan. Jelas dari raut wajahnya bukan
dia tersangkanya. “Aku ingin bertemu dengan orang yang mengirimkan surat ini,
Bi.” Jawabku
“Lalu siapa orangnya?”
“Di dalam surat ini dia
menyuruhku untuk datang ke rumah sakit ini dan memberitahukan siapa jati
dirinya sebenarnya. Aku benar – benar penasaran,Bi. Menurutmu siapa?” tanyaku
balik pada Abimayu. Tampak dia sedang berfikir keras. Selang beberapa menit dia
mulai membuka mulutnya
“Atau jangan-jangan yang mengirim
surat-surat itu....” kalimatnya menggantung dan membuatku semakin penasaran.
Aku benar-benar butuh Adrian saat ini untuk membantuku. Tapi sudah puluhan kali
aku meneleponnya, tapi tak ada jawaban.
“Lebih baik kau masuk saja,Dara.
Kau mungkin akan menemukan jawaban.” Jawab Abimayu. Aku lantas bingung. Mengapa
Abimayu menyuruhku untuk masuk ke ruangan yang tertulis ICU itu. Dengan rasa takut bercampur penasaran, akhirnya ku
langkahkan kaki masuk ke dalam. Aku melihat sosok tubuh yang terbujur kaku dengan
selang yang mengitari hidung dan pergelangan tangannya. Dari jauh wajahnya tak
asing bagiku. Dengan lamban, kuhampiri sosok yang sedang berbaring dengan
berbagai kabel melilit di dadanya. Kini, aku melihat wajahnya dari dekat. Ada
raut kerinduan yang terpancar dari wajahnya. Wajah pucat dan bibir yang kelu
itu hanya tertidur pulas bak bayi baru lahir. aku langsung menangis, meneteskan
air mata sejadi jadinya. Aku ingin berteriak
tapi tertahan karena tersadar di dalam ruangan berbau obat-obatan ini aku tak
mungkin melakukan hal yang konyol. Dia, sosok yang selama ini mengirimkan
berpuluh puluh surat selama sebulan terakhir. Dia, sosok yang selalu tersenyum
kepadaku. Dia, sosok yang selama ini menemani dan menerima semua sifat burukku.
Dia, Adrian Hirosima Wijaya, pria blasteran Jawa-Jepang itu kini seperti mayat
hidup, kurus dan kaku. Ku lihat ada sepucuk surat disamping tempat tidurnya,
lalu kubaca isinya. Ada sambungan dari syair lagu kesukaanku...
Nyanyikan
alunan lagu
Yang
mampu menyembuhkan lara hati
Warnai
hidupmu kembali
Menarilah,
bernyanyilah
Nyanyikan
apa yang kau rasakan
Rasakan
apa yang kau nyanyikan
Nyanyikan
apa yang kau rasakan
Rasakan
apa yang kau nyanyikan
*****
Sejak hari itu, aku berusaha
bangkit dari kesedihan dan akan menjiwai setiap syair lagu band kesukaanku.
Sejujurnya, aku belum bisa menerima kehilangan ini. Tapi satu hal yang aku tahu
bahwa Tuhan lebih mencintainya dibandingkan rasa cintanya padaku. Dia yang akan
selalu ada dihatiku, menjadi sahabat dan pahlawan dalam hidupku. Adrian, sosok
yang selalu tersnyum dengan semua celotehanku itu sudah tenang bersama-Nya. Itu
lebih baik untuknya jika harus menahan rasa sakit yang membuatnya semakin
menderita. Setelah perbincangan ku bersama Abimayu kemarin ada rasa penyesalan
dalam diriku karena terlambat menyadari bahwa selama ini Abimayu adalah kakak kandung
Adrian. Abimayu mengatakan sebelum Adrian koma, dia menitipkan pesan untuk
tetap menjaga dan membuatku untuk selalu bahagia. Selama ini Adrian selalu
menyembunyikan tentang penyakitnya, kanker paru-paru yang sudah setahun ini
menggerogoti alat vitalnya itu.
Aku merasa belum bisa menjadi
sosok sahabat yang baik untuknya. Aku menyesal belum bisa membalas cintanya. Ya,
penyesalan itu selalu datang terakhir, bukan?
Sore ini ku lantunkan syair lagu
itu di depan pusara yang bertuliskan Adrian Hirosima Wijaya. Aku yakin dia
disana tak ingin melihatku bersedih dan semakin larut dalam kejadian ini. Aku
harus bahagia seperti syair lagu yang dia kirimkan selama 30 hari kemarin. Lagu
kesukaanku,”Dan Bernyanyilah”...terima kasih untukmu, telah menjadi malaikat
tak bersayap untukku.
Blog post ini dibuat dalam rangka mengikuti Writing Project #DanBernyanyilah yang diselenggarakan oleh Musikimia, Nulisbuku.com dan Storial.co