Blogger Widgets All About Us..: April 2017

Kamis, 13 April 2017

Cerita Dibalik Kebudayaan....

Bercerita tentang kebudayaan Minangkabau, mungkin tak lepas dari pembicaraan mengenai rendang dan randai. Hampir semua masyarakat di Indonesia mengetahui dan familiar dengan hal tersebut. Sebagai salah satu gadis keturunan minang, saya sangat interest untuk memahami dan mengetahui lebih lanjut mengenai kebudayaan ini. Bukan bermaksud rasis ataupun berpihak sebelah, tetapi saya sendiri masih belum tahu betul apa saja yang menjadi ciri khas kebudayaan minangkabau ini.

Sejak kecil saya dibesarkan di lingkungan dengan heterogenitas kebudayaan. Tidak hanya budaya minang, tetapi berbagai etnis dan suku seperti jawa, sunda, batak atau bahkan melayu. Ya, saya gadis berdarah minang namun dilahirkan di tanah melayu sampai akhirnya mengemban cita-cita di tanah Jawa. Sudah hampir seperempat abad saya hidup, beraneka ragam kebudayaan tak pernah lepas dalam menghiasi hari-hari saya.

Lima tahun lalu, tepatnya pada tahun 2012, saya memutuskan untuk merantau dari Jambi ke Padang. Saat itu saya diterima di salah satu sekolah kesehatan di Padang. Beruntungnya, saya diberikan kesempatan untuk melihat dan mendalami lebih jauh apa saja yang ada di negeri Minang ini. Jujur, sebagai gadis keturunan Minang, saya merasa malu ketika saya ditanya "bisa mangecek minang, ndak?" atau "Dima kampuang?" seperti itulah pertanyaan - pertanyaan dari sekeliling yang sering dilontarkan pada saya.

Awalnya saya merasa memiliki dua jati diri, sebagai gadis melayu atau gadis minang. Saya lahir dan dibesarkan di lingkungan melayu, bahasa sehari-hari saya adalah bahasa melayu tanpa pernah menyelipkan bahasa minang dalam keseharian, ya balik lagi karena teman-teman dan lingkungan saya sudah terbiasa dengan kebudayaan melayu. Bagi saya tak masalah

Lalu, sejak saya menghabskan waktu selama tiga tahun di Padang. Perlahan saya mulai terbiasa berkomunikasi menggunakan bahasa Minang, pun karena pengaruh teman-teman dan lingkungan saya juga. Pelan-pelan saya belajar dengan teman mengenai kebudayaan Minang, adat-istiadat dan kebiasaan yang sering terjadi di Minang bahkan sampai pernikahan adat Minang pun saya tanyakan karena nantinya akan berpengaruh pada rencana masa depan saya ( Kemungkinan besar saya menggunakan adat minang dalam pernikahan hehehe )

Setelah saya tahu banyak hal mengenai budaya Minang, saya merasa perlahan menyatu dengan kebudayaannya. Saya mulai terbiasa dengan hal yang saya anggap baru ini. Mungkin salah satu tujuan ibu saya menyarankan untuk belajar di Sumatera Barat bisa jadi saya disuruh memahami seluk beluk kebudayaan Minangkabau. Sejak saat itu, ketika saya bertemu dengan orang-orang yang menggunakan bahasa minang, saya mereasakan telah menjadi bagian dari mereka, padahal nyatanya saya pun belum atau bahkan tidak mengenal mereka. Begitulah rasanya ketika suatu kebudayaan telah melekat dalam diri seseorang :')

Pelajaran Kebudayaan ini pun tak berhenti sampai disitu. Di tahun 2016, tepatnya setahun yang lalu, Tuhan masih memberikan saya rezeki untuk belajar kembali di sebuah negeri yang berbeda dengan budaya Minang. Saya kembali menginjakkan kaki di tanah Jawa. Bedanya, disini saya tidak hanya belajar satu kebudayaan saja, tapi keheterogenitas kembali mencuat. Saya memiliki teman-teman yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda. Ada yang dari Sunda, Jawa, Bugis, Minang bahkan Papua, saya jumpai disini. Bedanya di Padang, saya hanya bertemua dengan satu kebudayaan; jarang yang berbeda - beda kebudayaan.

Disini saya mengambil pelajaran, bahwa Indonesia sesungguhnya kaya akan budaya. Setiap budaya pun memiliki ciri khas dan keindahan amsing-masing. Betapa nikmat luar biasa Tuhan mengenalkan saya dengan teman-teman hebat yang memiliki beraneka ragam kebudayaan. Saya belajar banyak. Dan dari sinilah, rasa cinta terhadap tanah air perlahan muncul. Walaupun sebelumnya saya sempat sedih dan kecewa dengan permasalahan - permasalahan yang terjadi di negeri saya, toh masih ada segelintir kebanggan dan kecintaan yang patut saya junjung. BHINEKA TUNGGAL IKA.

Mungkin hikmahnya Tuhan menciptakan Indonesia berpula-pulau bukan berarti terpecah belah, tapi disitulah pelajaran yang sesungguhnya. Kita kaya. Kita memiliki alam yang luas. Kebudayaan yang beraneka ragam. Orang-orangnya hebat dan ramah tamah. Lalu, masihkah kita mau dipecah belah oleh bangsa lain? Sudah sewajarnya, kita sendiri yang memelihara dan melestarikan kebudayaan ini agar nantinya anak cucu kita juga merasakan hal yang sama seperti yang kita rasakan.

Beberapa minggu lalu, saya dan teman-teman saya kebetulan datang dalam Minang Culture Festival. Dalam acara tersebut dipentaskan sebuah drama yang berjudul "Robohnya Rumah Gadang". Awalnya saya berpikir bahwa akan ada adegan rumah gadang yang benar-benar roboh. Namun, setelah akhir cerita, judul drama tersebut sesungguhnya adalah kiasan yang menceritakan bahwa saat ini sudah banyak anak-anak muda yang hampir melupakan budaya, melupakan kampung halaman, pelajaran dari orang-orang terdahulu, sehingga lamban laun, pelestarian kebudayaan sendiri pun menjadi krisis dan lama kelamaan akan menjadi bobrok (read: runtuh).

Pesan dalam drama tersebut pun mencambuk saya untuk selalu ingat betapa alam pun punya pengaruh. Tingkah laku menjadi penentu. Mau jadi apa bangsa dan negara ini, dari kita lah semuanya bermula....




 Minang Squad #MinangCultureFestival

  

Tari Pasambahan #MinangCultureFestival



Location: Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat (April, 2, 2017)

jangan lupa dikomen dan diberi saran yaaterima kasih sudah berkunjung, jangan bosan - bosan datang lagi yaa