Blogger Widgets All About Us..: Ibuk Is My Everything

Senin, 14 Desember 2015

Ibuk Is My Everything


Kalau ada yang lebih hebat di bumi ini pasti akan aku jawab itu ibuk. Bahkan power puff girl ataupun wonder woman lainnya tak ada yang bisa mengalahkan betapa hebatnya seorang ibuk. 
Seperti kebiasaan kita di sore ini, aku dan ibuk selalu duduk santai menikmati cemilan dan secangkir teh hangat buatan beliau. Rasanya selalu sama, enak dan menghangatkan. Kelak, jika ku telah menikah, aku ingin menjadi ibu seperti ibuk buat anak - anakku. Wanita yang sudah setengah abad inilah selalu menemani hari - hari yang terlalu penat akan rutinitas ku akan duniawi. Beliau dengan sabar menghadapi setiap karakterku yang masih labil ini. Sore ini, kami sedang bercerita tentang masa depan yang mungkin akan aku hadapi sebentar lagi
"Buk, ingin makan yang pedas - pedas, deh" kataku tiba-tiba
"Iya uni, nanti ibuk buatkan" senyumnya padaku. Aku mengangguk tanda setuju. Selalu saja beliau mampu membuatku betah di rumah dengan berbagai macam makanan lezat buatan beliau
"Sampai kapan uni mau makan yang pedas - pedas ? nanti kalau dapat suami orang Jawa, mana bisa selalu makan pedas. Kita kan juga harus mengimbangi makanan pasangan kita" jawab ibuk
"Biar saja,buk. Nanti akan uni ajarkan untuk makan yang pedas-pedas. Kalau dia berani melamar uni, berarti harus siap menerima uni apa adanya" Kataku mantap
Ibu hanya tertawa. Bagi beliau aku tetap gadis kecilnya, yang susah untuk dewasa dan masih bersikap kekanakan. Tapi beliau tidak pernah mempermasalahkan hal itu. Usiaku kini sudah beranjak dua puluh tiga tahun. Sudah saatnya aku harus banyak belajar bagaimana mengelola masa depanku sendiri. Karena tidak selamanya aku terus bergantung pada ibuk.

*****

Kalau berbicara bagaimana dekatnya aku dan ibuk, seperti tak ada celah diantara kami. Ya, sangat dekat. Bagaikan bulan yang terus mengitari bumi, menemani kemana pun bumi berputar tanpa mengenal lelah lantas rehat sejenak. Aku dan ibu kemana - mana selalu bersama, bahkan dalam membeli keperluanku saja, aku selalu mengandalkan ibuk. Misalnya, aku lebih memilih membeli baju atau sepatu dengan ditemenai ibuk dibandingkan membelinya bersama teman - teman. Ada rasa kurang percaya diri dalam hati, bukan karena aku keberatan mengeluarkan uang hanya sekedar membeli perlengkapanku, tapi karena pilihan ibu selalu memuaskan hati. Tak ada satupun barang yang tak aku suka jika ibuk yang memilihkan dan akan selalu ada pujian dari orang-orang sekitar saat aku mengenakan pakaian pilihan ibuk. Rasanya ibuk adalah fashion stylishku. Terserah kalau nantinya mereka mencibirku karena belum mandiri. Masa bodohlah, toh aku dilahirkan dari rahim ibuk bukan dari rahim mereka. Ibuk saja tak mempermasalahkan bagaimana manjanya aku kepadanya. Aku selalu mensyukuri itu.

*****

Sudah empat bulan aku resmi menyandang predikat sarjana di belakang namaku. Aku telah menyelesaikan kewajiban dalam pendidikanku. Bukankah itu pertanda bahwa aku sudah seharusnya mandiri dan memulai untuk bekerja ? Ya, memang seharusnya. Namun saat aku bertanya pada ibuk akan niatku ini, ibuk selalu saja dengan sabar memberikanku wejangan andalannya.
"Uni masih muda. Untuk apa cepat bekerja ? Bukannya lebih baik kalau harus lanjut kuliah dulu ? Nanti, kalau sudah lulus S1, silakan kalau uni mau bekerja" Kata beliau padaku
"Iya buk. teman - teman uni sudah banyak yang masukin lamaran ke klinik - klinik. Ingin rasanya mencari uang sendiri dan nggak bergantung pada ibuk dan bapak lagi". jawabku
Ibuk melihatku dalam. Ada sorotan kesedihan karena bantahanku kepadanya. Bagi ibuk aku harus lanjut strata 1 dahulu baru setelah itu aku boleh bekerja. Karena kalau berhenti sampai diploma tiga ku ini, ibuk masih belum bisa melepasku. Tidak ada yang salah dengan gelarku saat ini. Ibuk dan bapak selalu bangga denganku.
"Ibuk ngerti ni. Tapi alangkah lebih baiknya kalau uni lanjut kuliah dulu terus uni capai cita - cita uni untuk jadi seorang dosen. Bukannya dulu uni yang sangat ingin jadi dosen? kok ya sekarang malah ingin berhenti sampai disini,nak?" timpal ibuk padaku. Ibuk selalu tahu akan mimpi dan cita - citaku. Sudah sejak lama ketika aku mulai kuliah di jurusan ini, aku ingin meneruskan pendidikan sampai menjadi seorang dosen. Tapi karena pengaruh dari lingkungan sekitarku, ada saja yang mampu membuatku ingin menyerah.
"Ibuk ngerti bagaimana gelisah dan khawatirnya uni. Ibuk sama bapak Insya Allah masih sanggup membiayai pendidikan uni. Uni jangan nyerah dengan cita - citanya dulu. Uni kan tahu bagaimana dulunya ibu tunggang langgang kuliah sambil bekerja. Jadi ibuk nggak ingin uni seperti ibuk, susahnya mencari uang sembari melanjutkan pendidikan"
"Maafin uni, buk. Sejujurnya uni hanya ingin membahagiakan ibuk sama bapak. Mungkin saja setelah uni bekerja nanti, uni bisa membantu ibuk sama bapak". jawabku sampai tak terasa ada butiran hangat yang tiba-tiba membanjiri pipiku
"Uni jangan mikir yang jauh-jauh dulu. Tetap fokus sama cita - cita uni. Ibuk sama bapak akan terus mendukung setiap keputusan uni. Asal setiap keputusan yang uni ambil adalah yang terbaik dan telah dipertimbangkan baik buruknya."
Aku langsung memeluk ibuk. Ada kehangatan dalam hati ketika ibuk berbicara padaku. Ibuk bagai sahabat sekaligus malaikat tak bersayap bagiku. Kata - kata ibuk mampu membuatku luluh dan memantapkan diri untuk bangkit dari keterpurukanku. Ibuk benar, aku harus fokus untuk meraih cita - citaku dulu, setelah itu aku bisa membalas semua pengorbanan ibuk dan bapak padaku. Walaupun aku tahu bahwa semua yang telah mereka berikan padaku tidak cukup aku balas bahkan dengan emas permata sekalipun. 

*****

Sore itu perdebatan panjangku bersama ibuk berakhir dengan haru biru. Kami seperti sahabat karib yang tak henti - hentinya berceloteh siang dan malam. Selalu saja ada pembahasan yang patut diperbincangkan. Mungkin kalau nantinya aku akan berumah tangga, aku ingin calon suamiku juga menyanyangi calon ibu mertuanya ini seperti ibu kandungnya sendiri. Calon suamiku nanti tentu saja harus direstui ibuk dan mendapatkan posisi terbaik di mata ibu, bukan sebagai kiper atau gelandang tapi posisi sebagai calon menantu yang akan menjaga anak gadis semata wayangnya ini. Apalagi yang bisa aku deskripsikan mengenai ibuk ? Sudah kehabisan kata - kata jika harus memuji seorang ibuk. Bahkan kalau ada kata yang lebih baik dari pujian dan ungkapan syukur, mungkin aku akan pilih itu. Teringat sebentar lagi adalah hari ibu, aku ingin memberikan sesuatu yang bermakna buat ibuk. Memang pantas kalau di kalender kita ini ada hari istimewa untuk seorang bidadari cantik yang telah melahirkan sebongkah daging yang bernyawa. Bagiku hari ibu adalah simbol pengungkapan rasa terima kasih untuk beliau, karena melihat bagaimana perjuangan dan pengorbanan beliau dulu selama sembilan bulan sampai saat ini yang masih terus merawat anak - anaknya. Tapi, bukan di tanggal 22 Desember saja kalau memang ingin berterima kasih kepada ibu, karena hari lain merupakan hari istimewa juga sebagai pengungkapan kejujuran seorang anak kepada ibunya. Kalau aku boleh mengutip kata - katanya dari penulis hebat nan terkenal, Pidibaiq berkata,"Ah, bunda, siapa sih engkau ? cuma jantung di dalam hatiku." Aku sangat terkesan dengan kata-kata ayah Pidibaiq. Karena bagiku walaupun hanya sebongkah jantung tapi tanpanya tak akan ada kehidupan, aku tak bisa hidup jika jantung tak terus berdetak. Begitulah seorang ibuk bagiku kemarin, hari ini, esok dan selamanya.
Kalau ada tiga permintaan dari lampu ajaibnya aladin, aku ingin memberikan semua permintaan untuk ibuk. Tapi yang lebih utama dan dahsyat adalah berdoa kepada-Nya, karena tanpa kekuatan dari-Nya mungkin aku tak bisa menjadi apa - apa tanpa ibuk



Blog post ini dibuat dalam rangka mengikuti Writing Project #DearMama yang diselenggarakan Nulisbuku.com dan Storial.co


0 komentar:

:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g: :h: :i: :j: :k: :l: :m: :n:

Posting Komentar

jangan lupa dikomen dan diberi saran yaaterima kasih sudah berkunjung, jangan bosan - bosan datang lagi yaa